Langsung ke konten utama

Makalah tentang kode etik jurnalistik dan kondisi wartawan saat ini


KODE ETIK JURNALISTIK DAN KONDISI WARTAWAN
Dosen Pengampu : Drs. Mustari, M.Hum



Disusun Oleh:
KRISTINAWATI (16110001)
RISKI NUR AZIZAH  (16110003)
MAHMUDIANTO (16110007)

Kelas A

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2017


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Setiap profesi menuntut sebuah tanggung jawab, salah satunya adalah kode etik. Kode etik merupakan rambu-rambu dalam pelaksanaan profesi.
Jurnalis atau wartawan merupakan sebuah profesi yang mengemban tanggung jawab, memiliki hak dan kebebasan. Kebebasan akan mempermudah seseorang melakukan pekerjaan. Akan tetapi, kebebasaan yang tidak dilandasi tanggung jawab yang akan menjerumuskan wartawan kedalam praktek kotor, merendahkan harkat dan martabat.
Di tanah air, peraturan yang menjadi kriteria seorang jurnalis dalam praktek jurnalistik yaitu kode etik jurnalistik. Pedoman yang dimuat dalam kode etik jurnalistik secara umum memberi arahan kepada wartawan agar senantiasa memperhatikan nilai-nilai etika dalam menjalankan profesinya. Dalam menulis berita, jurnalis dituntut harus menulis berita yang jujur, objektif dan didukung fakta yang kuat. Dengan demikian diharapkan jangan sampai jurnalis menulis berita bohong atau fitnah yang bisa berakibat merugikan orang lain.
Dalam kondisi sekarang ini, mempertahankan dan tetap berpedoman pada rambu-rambu terasa begitu susah, hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh materi dan kekuasaan. Jurnalis yang jujur akan dihargai oleh masyarakat, begitu sebaliknya. Seorang Jurnalis yang diragukan kredibilatasnya di tengah masyarakat, yakni memamfaat profesi demi materi dan kekuasaan dan mendapat hinaan dan dicerca oleh masyarakat. Dalam realitanya, dapat kita ketahui mana jurnalis yang menjaga kreadibilitas sebagai wartawan dan yang memihak pada golongan tertentu.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian jurnalistik?
2.      Apa pengertian kode etik jurnalistik?
3.      Bagaimana sejarah kode etik jurnalistik?
4.      Apa kode etik jurnalistik yang digunakan?
5.      Apa macam-macam kode etik jurnalistik?
6.      Bagaimana hubungan kode etik  jurnalistik dengan profesi wartawan saat ini?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui pengertian jurnalistik.
2.      Mengetahui pengertian kode etik jurnalistik.
3.      Mengetahui kode etik jurnalistik yang digunakan di Indonesia.
4.      Mengetahui sejarah kode etik jurnalistik.
5.      Mengetahui macam-macam kode etik jurnalistik.
6.      Mengetahui hubungan kode etik jurnalistik dengan kondisi wartawan saat ini.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN JURNALISTIK
Secara Etimologis, Jurnalistik berasal dari kata Journ, dalam bahasa Perancis, Journ  berarti catatan atau laporan harian. Sedangkan Jurnalistik menurut Ensiklopedia Indonesia, Jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran, dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan saran-sarana penerbitan yang ada. Dalam Leksikon Komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.

B.     PENGERTIAN KODE ETIK JURNALISTIK
Kode etik berasal dari dua kata, yakni kode yang berarti sistem pengaturan-pengaturan. Etik yang berarti norma prilaku, atau suatu perbuatan yang apabila sesuai dengan aturan yang menuntun prilaku baik manusia. Sedangkan jurnalistik adalah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan. Kode etik ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman dalam tingkah laku. Dapat disimpulkan, kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan-aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan.
Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi wartawan. Dalam buku Kamus Jurnalistik (Simbiosa Bandung 2009) kode etik adalah pedoman wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.
Tujuan terpenting suatu kode etik jurnalistik adalah melindungi hak masyarakat memperoleh informasi objektif di media massa dan memayungi kinerja wartawan dari segala resiko kekerasan.




C.    SEJARAH KODE ETIK JURNALISTIK
Sejarah perkembangan kode etik jurnalistik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan perkemabngan pers di Indonesia. Jika diurutkan, maka sejarah pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan kode etik jurnalistik di Indonesia terbagi dalam 5 periode. Berikut ke 5 periode tersebut :
1.      Periode Tanpa Kode Etik Jurnalistik
Periode ini terjadi ketika Indonesia baru lahir sebagai bangsa yang berbeda tanggal 17 Agustus 1945. Meski baru merdeka, di Indonesia telah lahir beberapa penerbitan pers baru. Berhubung masih baru, pers saat itu masih bergulat dengan persoalan bagaimana dapat menerbitan atau memberi informasi pada masyarakat di era kemerdekaan, maka belum terpikir soal pembuatan kode etik jurnalistik. Akib batnya, pada periode ini pers berjalan tanpa kode etik.
2.      Periode Kode Etik Jurnalistik PWI Tahap 1
Pada tahun 1946, persatuan wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di Solo, tapi ketika organisasi ini lahir pun belum memiliki kode etik. Saat itu baru ada semacam konvensi yang digunakan dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut adalah PWI mengutamakan prinsip kebahasaan. Setahun kemudian, 1947, lahir kode etik PWI yang pertama.

3.      Periode Dualisme Kode Etik Jurnalistik PWI dan Non PWI
Setelah PWI lahir, kemudian muncul berbagai organisasi wartawan lainnya. Walaupun dijadikan sebagai pedoman etik oleh organisasi lain, kode etik jurnalistik PWI hanya berlaku bagi anggota PWI sendiri, padahal organisasi wartawan lain juga memerlukan kode etik jurnalistik. Berdasarkan pemikiran itulah dewan pers membuat dan mengeluarkan kode etik jurnalistik. waktu itu dewan pers membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 7 orang yaitu Mochtar Lubis, Nurhadi Kartaatmadja, H.G Rorimpandey, Soendoro, Wonohito, L.E Manuhua, dan A. Aziz. Setelah selesai, kode etik jurnalistik tersebut ditandatangani oleh ketua dan sekertaris dewan pers masing-masing Boediarjo dan T.Sjahril, dan disahkan pada 30 September 1998. Dengan demikian, waktu itu terjadi dualisme kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik PWI berlaku untuk wartawan yang menjadi anggota PWI, sedangkan kode etik jurnalistik dewan pers berlaku untuk non PWI.
4.      Periode kode etik jurnalistik PWI tahap 2
Pada tahun 1969, keluar peraturan peraturan pemerintah mengenai wartawan. Menurut pasal 4, peraturan menteri penerangan No.02/pers/MENPEN/1969 mengenai wartawan, ditegaskan, wartawan Indonesia diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia yang telah disahkan pemerintah. Namun, waktu itu belum ada organisasi wartawan yang disahkan oleh pemerintah. Baru pada tanggal 20 mei 1979 pemerintah mengesahkan PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan Indonesia sebagai konsekuensi dari pengukuhan PWI tersebut, maka secara otomatis kode etik jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia adalah milik PWI.
5.      Periode banyak kode etik jurnalistik
Seiring dengan tumbangnya rezim orde baru, dan berganti dengan era reformasi, paradigma dan tatanan dunia pers pun ikut berubah. Pada tahun 1999, lahir Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers yaitu pasal 7 ayat 1, Undang-undang ini membebaskan wartawan dalam memilih organisasinya. Dengan undang-undang ini, muncullah berbagai organisasi wartawan baru akibatnya, dengan berlakunya ketentuan ini maka kode etik jurnalistik pun menjadi banyak. Pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 25 organisasi wartawan di Bandung melahirkan kode etik wartawan Indonesia (KEWI), yang disahkan dewan pers pada 20 Juli 2000. Kemudian pada 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi pers membuat kode etik jurnalistik baru, yang disahkan pada 24 Maret 2006.[1]


D.   KODE ETIK JURNALISTIK
kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan komunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, dan kewajiban dan perananya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan kandasan moral dan etika profesional sebagai pedoman dalam menjaga kepercayann publik delem menegakkan integritas serta profesionalitame. Atas dasr itu, wartawan indonesia menetapkan dan menaati kode etik jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik :

PASAL 1
“Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan beritikad buruk”
Penafsiran
1.      Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
2.      Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
3.      Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
4.      Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
PASAL 2
“Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam pelaksanaan tugas jurnalistik”
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah :
a.       Menunjukkan identitas diri kepada narasumber
b.      Menghormati hak privasi
c.       Tidak menyuap
d.      Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya
e.       Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.
f.       Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara
g.      Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wawancara lain sebagai karya sendiri
h.      Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
PASAL 3
“Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah”
Penafsiran
a.       Menguji infomasi berita melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b.      Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c.       Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atau fakta.
d.      Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

PASAL 4
“Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”
Penafsiran
a.    Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.    Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.    Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.   Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis, atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.     Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

PASAL 5
“Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”
Penafsiran
a.       Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b.      Anak adalah seseorang yang berusia dari 16 tahun dan belum menikah.


PASAL 6
“Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap”
Penafsiran

a.    Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b.    Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

PASAL 7
“Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan”
Penafsiran
a.       Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan kelurganya.
b.      Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c.       Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d.      Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

PASAL 8
“Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau jasmani”
Penafsiran
a.       Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b.      Diskriminasi adalah pembedaan perlakauan.

PASAL 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali, untuk kepentimgan publik”
penafsiran
a.    Menghormati hak narasumber adalah siap menahan diri dan hati-hati.
b.    Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang atau keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

PASAL 10
“Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan oermintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan pemirsa”
Penafsiran
a.    Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b.    Permintaan maaf disampaikan apaboila kesalahan terkait dengan subtansi pokok.


PASAL 11
“Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional”
Penafsiran
a.    Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b.    Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c.    Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang diperbaiki.

Penilaian Akhir Atas Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Dilakukan Dewan Pers. Sanksi Atas Pelanggaran Kode Etik Jurnalisitk Dilakukan Oleh Organisasi Wartawan Dan Perusahan Pers.[2]


E.     MACAM-MACAM KODE ETIK
Dalam sejarah pers Indonesia, terdapat sejumlah kode etik yang dirumuskan dan diberlakukan oleh organisasi wartawan misalnya PWI dan AJI, dan kode etik yang dibuat bersama yaitu KEWI. Berikut ini akan dipaparkan beberapa diantara kode etik tersebut:
1.      Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
Kemerdekaan pers merupakan sarana pemenuhan hak asasi manusia, yaitu hak berkomunikasi dan memperoleh informasi. Wartawan Indonesia perlu menyadari adanya tanggungjawab sosial yang tercermin melalui pelaksanaan kode etik profesi secara jujur dan bertanggungjawab. Kode etik wartawan Indonesia merupakan kode etik yang telah disepakati oleh semua organisasi wartawan cetak dan elektronik. Kode etik ini disusun 26 organsasi wartawan di Bandung tahun 1999 dengan semangat memajukan jurnalisme di era kebebasan pers.
a)      Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
b)      Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi, serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
c)      Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampur fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
d)     Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
e)      Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi.
f)       Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan Off The Record sesuai kesepakatan.
g)      Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
Pengawasan dan penetapan sangsi atas pelanggaran kode etik ini, sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu, misalnya Majelis Kode Etik di Aliansi Jurnalis Independen (AJI)  dan Dewan Kehormatan di PWI.
2.      Kode Praktik Bagi Media Pers
Dewan pers menyusun kode praktik (code of practice) sebagai upaya penegakan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri (self regulated). Kode etik ini disusun juga berfungsi menjamin berlakunya etika dan standar jurnalis prosfesional serta media yang bertanggungjawab. Jika semua media patuh pada kode yang telah disepakati diharapkan bisa menerapkan regulasi sendiri dan lepas dari ketentuan undang-undang atau peraturan khusus. Dewan pers memandang perlu disusun kode praktik yang berlaku bagi media untuk mempraktikkan standarisasi kerja jurnalistik.


a)      Akurasi
·         Dalam menyebarkan informasi, pers wajib menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan individu atau kelompok.
·         Pers tidak menerbitkan informasi yang kurang akurat, menyesatkan, atau memutarbalikkan fakta, ketentuan ini juga berlaku untuk foto dan gambar.
·         Jika diketahui informasi yang dimuat atau disiarkan ternyata tidak akurat, menyesatkan, atau memutarbalikkan fakta, koreksi harus segera dilaksanakan jika perlu disertai permohonan maaf.
·         Pers wajib membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta.
·         Pers menyiarkan secara seimbang dan akurat hal-hal yang menyangkut pertikaian yang melibatkan dua pihak.
·         Pers kritis terhadap sumber berita dan mengkaji fakta dengan hati-hati.
b)      Privasi
·         Setiap orang berhak dihormati privasinya, keluarga, rumah tangga, kesehatan, dan kerahasiaan surat-suratnya. Menerbitkan hal-hal diatas tanpa seijin yang bersangkutan dianggap gangguan atas privasi seseorang.
·         Penggunaan kamera lensa panjang untukk memotret seseorang di wilayah privasi tanpa seijin yang bersangkutan tidak dibenarkan.
·         Wartawan tidak menelepon, bertanya, memaksa,atau memotret seseorang setelah diminta untuk menghentikan upaya itu.
·         Wartawan tidak bolehbertahan dikediaman narasumber yang telah memintanya meninggalkantempat,termasuk tidak membututi narasumber itu.
·         Wartawan dan fotografer tidak diperbolehkan memperoleh atau mencari informasi dan gambar melalui intimidasi, pelecehan, atau pemaksaan.
·         Pers wajib berhati-hati, menahan diri menerbitkan/menyiarkan informasi yang bisa dikategorikan melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik.
·         Redaksi harus menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan tersebut, tidak menerbitkan bahan dari sumber-sumberyang tidak memenuhi ketentuan tersebut.
c)      Pornografi
Pers tidak menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan perempuan. Media pornografi tidak termasuk kategori pers. Meski demikian adakalanya pers menyiarkan informasi, gambar yang dinilai menyinggung rasa kesopanan individu atau kelompok tertentu. Dalam penilaian pornografi harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan keragaman masyarakat.
d)     Diskriminasi
·         Pers menghindari prasangka atau sikap merendahkan seseorang berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin atau kecenderungan seksual, dan terhadap kelemahan fisik dan mental atau penyandang cacat.
·         Pers menghindaripenulisan yang mendetail tentang ras seseorang, warna kulit, agama, kecenderungan seksual dan kelemahan fisik dan mental, kecuali hal itu secara langsung berkaitan dengan isi berita.

e)      Liputan Kriminalitas
·         Pers menghindarkan identifikasi keluarga atau teman yang dituduh atau disangka melakukan kejahatan tanpa sijin mereka.
·         Pertimbangan khusus harus diperhatikan untuk kasus anak-anak yang menjadi saksi atau menjadi korban kejahatan.
·         Pers tidak boleh mengidentifikasi anak-anak usia16 yang terlibat dalam kasus serangan seksual, baik sebagai korban maupun saksi.
f)       Cara-cara yang tidak dibenarkan
·         Jurnalis tidak memperoleh atau mencari informasi atau gambar melalui cara-cara yang tidak dibenarka atau menggunakan dalih-dalih.
·         Dokumen atau foto hanya boleh diambil dengan seijin pemiliknya.
·         Dalih dapat dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik dan hanya ketika bahan berita tidak bisa diperoleh dengan cara-cara yang sewajarnya.
g)      Sumber Rahasia
Pers memiliki kewajiban moral untuk melindungi sumber-sumber informasi rahasia atau konfidensial.
h)      Hak Jawab dan Bantahan
·       Hak jawab atas berita yang tidak akurat harus dihormati.
·       Kesalahan dan ketidak akuratan wajib segera dikoreksi. Koreksi dan sanggahan wajib diterbitkan segera.

3.      Kode Etik Jurnalistik AJI (Aliansi Jurnalis Independen)
AJI  adalah salah satu organisasi wartawan disamping PWI, PWI Reformasi dan sebagainya.
a.       Jurnalistik menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
b.      Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
c.       Jurnalis memberi tempat bagi pihakyang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
d.      Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
e.       Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
f.       Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
g.      Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberi latar belakang, off the record, dan embargo.
h.      Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
i.        Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
j.        Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat atau sakit jasmani, cacat atau sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
k.      Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
l.        Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
m.    Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
n.      Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.
o.      Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
p.      Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
q.      Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip diatas.
r.        Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.[3]



F.     HUBUNGAN KODE ETIK JURNALISTIK DAN KONDISI WARTAWAN SAAT INI

Walaupun dituntut harus tunduk dan taat pada kode etik jurnalistik, wartawan ternyata bukan melaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada suatu saat pers ada kalanya melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga melanggar kode etik jurnalistik. Berikut beberapa pelanggaran yang pernah terjadi :

1.       Contoh pelanggaran kode etik pasal 5
“Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”

Contoh kasus ketika seorang anak musisi-artis terlibat kecelakaan lalu lintas yang menewaskan 6 orang di jalan Tol Jagorawi pada bulan September 2013. Banyak media yang tidak konsisten melindungi identitas pelaku kecelakaan ini. Walaupun ada yang coba melindungi, tidak dilakukan secara konsisten. Ada media yang tegas menyebut nama pelaku dan orang tuanya. Adapula media yang menggunakan inisial namun menyebut tegas nama orang tuanya. Ada pula yang menggunakan inisial tetapi menampilkan foto dengan jelas wajah terduga. Pada akhirnya situasi menjadi serba terlanjur, nama pelaku terlanjur diketahui demikian juga nama orang tua, keluarga bahkan kekasih.

2.      Contoh pelanggaran kode etik pasal 5
“Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”
Di Medan satu harian menemukan adanya pencabulan atau pelecehan seksual oleh seorang pejabat setempat terhadap anak di bawah umur. Koran ini sampai tiga kali berturut-turut menurunkan berita tersebut. Di judul pertama berita terdapat nama korban asusila secara jelas. Tidak hanya itu, memuat identitas berupa foto korban yang terpampang dengan jelas.

3.      Contoh pelanggaran kode etik pasal 3
 “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah”
Pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi pada tiga surat kabar dan satu majalah di Jakarta. Kisah ini berawal dari berita yang tersebar melalui pesan pendek sms bahwa Laksamana sukardi, mantan menteri badan usaha milik negara (BUMN) dan bendahara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), “Kabur membawa uang 125 juta US$”. Berita ini belum jelas asal-usulnya, dan langsung dimakan tiga surat kabar dan satu majalah di Jakarta. Merasa mendapat berita hebat, terbitan pers itu membuat judul-judul bombastis seakan berita itu sudah mereka cek kebenarannya. Laksamana yang merasa berita itu sepenuhnya tidak benar dan hanya fitnah, ia mengadu ke dewan pers. Dari pemeriksaan dewan pers terbukti, Laksamana tidak melarikan diri dengan membawa uang sebagaimana diberitakan. Faktanya Laksamana pergi ke Australia untuk menemani anaknya yang sakit dan telah meminta izin kepada presiden Megawati Soekarno putri.
4.      Contoh pelanggaran kode etik pasal 3 dan 4
Pasal 3
“Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah”
Pasal 4
“Wartawan Indonesia Tidak Membuat Berita Bohong, Fitnah, Sadis, dan Cabul”
Ketika pesawat Adam Air jatuh di Laut Majene, Sulawesi Barat, pada Januari 2007, hampir semua pers melakukan kesalahan fatal. Hanya beberapa jam setelah pesawat itu jatuh, sebagian besar pers mewartakan bahwa pesawat tersebut jatuh didaerah tertentu, ada pula pers yang langsung memberitakan bahwa rangka pesawat telah ditemukan. Lebih dahsyatnya lagi sampai ada yang memberitakan bahwa “Sembilan korban ditemukan masih hidup”, ternyata setelah setahun peristiwa itu terjadi, semua berita tentang dimana jatuhnya pesawat itu dan jumlah korban yang hidup sama sekali tidak benar, di mana pesawat jatuh pun tidak diketahui. Nasib korban pun tidak diketahui tetapi, saat itu ada pers yang sampai berani mengatakan bahwa “Para korban sedang dievakuasi”.
Pelanggaran kode etik yang dilakukan di sini adalah karena pers yang memberitakan kasus ini tidak mengecek lebih dahulu dari mana asal usul sumber berita itu ketika dimintai konfirmasinya, dari mana sumber yang mempunyai data yang keliru, ternyata sumber data tersebut imajiner alias tidak jelas. Pelanggaran kedua, tidak pernah ada permintaan maaf dari pers terhadap peristiwa ini. Padahal, menurut kode etik jurnalistik, apabila pers mengetahui bahwa berita yang disiarkan keliru, maka mereka harus segera meralat dan meminta maaf.[4]
Berdasarkan contoh-contoh di atas, banyak terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik, dan banyak pula jurnalis yang tidak mematuhi kode etik jurnalistik. Di masa sekarang ini dengan adanya kebebasan pers yang tidak terkendali menjadikan kekhawatiran di masyarakat dikarenakan banyaknya berita yang bersifat opini, hoax dan penampilan media yang merusak moral masyarakat, dan juga efek dari kebebasan pers ini memunculkan krisis moral dan kegersangan spiritual di tengah masyarakat.






PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan-aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan. Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi wartawan. Dalam buku Kamus Jurnalistik (Simbiosa Bandung 2009) kode etik adalah pedoman wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan. Tujuan terpenting suatu kode etik jurnalistik adalah melindungi hak masyarakat memperoleh informasi objektif di media massa dan memayungi kinerja wartawan dari segala resiko kekerasan.


B.     SARAN
Manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya, dan terkadang manusia berbuat yang tidak masuk akal. Oleh sebab itu, manusia perlu sekali mengenal dan mengetahui dirinya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan dan kesalahan penulisan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Maka dari itu kami sangat harapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan kekurangan yang ada tidak mengurangi nilai-nilai dan mafaat dari mempelajari mata kuliah Jurnalistik ini.


DAFTAR PUSTAKA

Sudibyo, Agus. 2013. 50 Tanya Jawab Tentang Pers. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Masduki. 2004. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalisti., Yogyakarta: UII Press.
Sumandiria, Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Daulay, Hamdan. 2016.  Jurnalistik dan Kebebasan Pers. Bandung: Remaja Rosdakarya.


[1] http://atika16.blogspot.co.id Di akses pada tanggal 11 Maret 2018 pukul 14.26
[2] Agus Sudibyo,50 tanya jawab tentang pers,kepustakaan populer gramedia,2013.hal 177-184.
[3] Masduki,kebebasan pers dan kode etik jurnalistik,UII Press Yogyakarta, 2003.hal 53-64.
[4]  www.kompasiana.com/ernykurnia/masalah-jurnalisme Di akses pada tanggal 11 Maret 2018 pukul 14.26
 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Aladin dan Lampu Ajaib dalam Bahasa Arab

  علاء الدين والمصباح السحرى كان فى قديم الزمان ساحر من بلاد الحبشة. وقد قرأ هذ الساحر فى الكتب انه يوجد فى بلاد الصين مصباح سحرى يقضى كل شىء. فكر هذا الساحر فى الذهاب الى بلاد الصين ليبحث عن هذا المصباح العجيب, فسافر من بلاده ليال وأياما, واسابيع وشهورا. حتى وصل الى بلاد الصين. وهناك سأل الناس عن مكان المصباح. فقال له الناس : ان هذا المصباح تحت الأرض, فى قصر مهجور, ولهذا القصر باب ضيق جدّا يكفى فقد لمور ولد صغير فى داخله . ويقال ان يلمس هذا الباب فى أثناء الدخول او الخروج ينطبق عليه الباب فى الحال. بحث الساحر الحبشى عن مكان القصر حتى وجد. ولكنه وجد الباب صغيرا جدا. ولأ يمكنه ان يدخل منه. فبحث عن ولد صغير الجسم. ليدخل فى هذا القصر تحت الأرض. وأخذ يبحث ويبحث حتى وجد الولد الصغير الذى يريده واسمه "علاء الدين". قال الساحر الحبسشى لعلاء الدين : ادخل منا الباب. وانزل تحت الأرض, وستجد حجرات مملوءة بالذهاب والفضة والجوهر, فاملا جيوبك من هذا الأشياء, وستجد مصباحا صغيرا قديما فهاته وتعال, وخذ هذا الحاتم معك. ثم اعطاه خاتما صغيرا لبسه. ونسى ان يقول له لماذ أعطاه ا

Percakapan Sepasang yang Melawan Terinspirasi oleh buku “Pejalan Anarki” Karya Jazuli Imam

Percakapan Sepasang yang Melawan Terinspirasi oleh buku “Pejalan Anarki” Karya Jazuli Imam Percakapan ini bermula dari keresahan-keresahan yang tidak tahu harus dimana ditumpahkan, mereka dua anak manusia yang berusaha melawan, baik penindasan yang mereka sendiri rasakan dan juga penindasan pada rakyat yang terjadi di negeri ini. Mereka berdua sepasang yang memiliki keunikan masing-masing dan mereka punya cara dalam melawan. Intip saja percakapan mereka di bawah ini. Asmara        : Apa yang sebenarnya sedang ku cari ? hanya lelah yang ku dapati, rasanya ingin pulang saja, ingin menjauh dari kota dan meninggalkan benang kusut di sana. El                : Begini nona, anggap saja semua ini proses bagimu, proses menuju kedewasaan, Asmara       : Bagaimana harus sesulit ini pak ? El                 : Nona, pribadi hebat lagi kuat harus diuji dengan ujian yang kuat dan dasyat pula, Asmara       : Begitukah El, sungguh ? atau ini hanya sekedar kata-katamu untuk menghibu

Cerita Inspirasi Mengenai Perjuangan Melanjutkan Pendidikan

DERAI AIR MATA SI GADIS BERDARAH MINANG 2 Tahun silam masih teringat betapa bergetar hati dan mengigilnya kedua tangan saat aku menerima pengumuman resmi hasil kelulusan dari Seleski Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keislaman Negeri (SPAN PTKIN), seisi kelas bimbingan belajarku tiba-tiba rusuh, semua orang tidak lagi memperhatikan guru di depan kelas, termasuk diriku. Kucoba beranikan diri membuka situs penguguman tersebut, walau sempat takut, takut menerima kegagalan untuk kedua kalinya, aku sempat menangis dan mengurung diri di kamar dan malu pada Apak (panggilan ayah di Sumatera Barat) dan Amak (panggilan ibu di Sumatera Barat) karena gagal dalam seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTB) untuk pertama kalinya.    Bismillah, itu kata-kata yang tidak henti-hentinya aku sebut, mulailahku buka dan muncul tulisan yang mengatakan bahwa aku diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Islam di Yogyakarta tepatnya di Universitas Islam Negeri Sunan K