Langsung ke konten utama

Cerita Inspirasi Mengenai Perjuangan Melanjutkan Pendidikan


DERAI AIR MATA SI GADIS BERDARAH MINANG

2 Tahun silam masih teringat betapa bergetar hati dan mengigilnya kedua tangan saat aku menerima pengumuman resmi hasil kelulusan dari Seleski Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keislaman Negeri (SPAN PTKIN), seisi kelas bimbingan belajarku tiba-tiba rusuh, semua orang tidak lagi memperhatikan guru di depan kelas, termasuk diriku. Kucoba beranikan diri membuka situs penguguman tersebut, walau sempat takut, takut menerima kegagalan untuk kedua kalinya, aku sempat menangis dan mengurung diri di kamar dan malu pada Apak (panggilan ayah di Sumatera Barat) dan Amak (panggilan ibu di Sumatera Barat) karena gagal dalam seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTB) untuk pertama kalinya.  
Bismillah, itu kata-kata yang tidak henti-hentinya aku sebut, mulailahku buka dan muncul tulisan yang mengatakan bahwa aku diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Islam di Yogyakarta tepatnya di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Tetesan demi tetesan air mata ternyata sudah jatuh, dan seisi kelas mengucapkan selamat atas kelulusan tersebut padaku.
Perasaan bahagia begitu menyelimutiku siang itu, bagaimana tidak, aku akan berangkat ke Yogyakarta, kota yang disebut-sebut orang dengan gelar kota pendidikan, kota yang berisi para pelajar dari seluruh penjuru di Indonesia, bagaimana aku bisa berhenti memikirkan bahwa aku akan bertemu pelajar yang berbeda-beda suku, berbeda kulit, berbeda agama, oh tidak bahagia sekali aku siang itu. Aku juga berpikir akan naik pesawat lalu membawaku ke kota pendidikan tersebut, jujur saja aku anak desa yang belum merasakan bagaimana naik pesawat, naik transfortasi udara dan melihat dunia dari atas sana, masih dalam ingatan bahwa aku dan teman juga pernah keluar ruang kelas dan melihat bagaimana gagahnya benda itu terbang, dan tanpa sadar kedua tangan kami ikut malambai-lambai di udara.
Matahari mulai tenggelam dan suara azan di masjid mulai berkumandang itu tanda bahwa aku akan pulang, masih dalam suasana hati yang bahagia aku menuju rumah. Di depan rumah aku masih tersenyum karena mambayangkan akan pergi ke Yogyakarta. Kubuka pintu, tenyata Amak masih sibuk di dapur menanak nasi untuk makan malam, dan Abak aku lihat sedang menunaikan sholat Magrib. Aku berencana untuk menyimpan berita baik ini, akan kubongkar dan umumkan pada semua orang yang ada di rumah saat sedang menonton sinetron kesukaan selepas sholat Isya.
Isya telah berlalu, semua orang mulai duduk di depan televisi, aku melangkah perlahan pada Amak lalu berbisik “Amak, aku lolos di Universitas Islam Negeri Yogyakarta” Amak tiba-tiba diam seribu bahasa, kemudian aku bisikan perkataan serupa pada AbakBak, aku lolos di Universitas Islam Yogyakarta,” Abak tidak henti-hentinya mengucapkan syukur pada tuhan dan aku bisa lihat bagaimana raut bahagia di mukanya. Tetapi tidak pada raut muka Amak, Amak memang beberapa kali menasehatiku agar jangan memilih universitas di luar provinsi, yakni di luar Sumatera Barat.
Amak pernah mendengar berita-berita buruk dari teman pengajiannya tentang pergaulan di pulau Jawa baik itu yang ada di Jakarta, Bandung, Surabaya, atau bahkan Yogyakarta. Amak selalu bilang bahwa pergaulan di Pulau Jawa sangat berbeda dengan Sumatera, sering juga melihat bentrok dan tawuran sesama pelajar SMA di sana, banyak pencurian dan kejahatan di sana, mahasiswa yang sering demo anarkis, dan yang paling ditakutkan Amak banyak pelajar dan mahasiswi yang terlibat pergaulan bebas serta yang memakai narkotika. Hal tersebut tentu selalu menjadi buah pikiran bagi Amak jika aku melanjutkan pikiran di pulau Jawa.
Hati kerasku selalu mengalahkan apapun, aku selalu memberikan pengertian dan hal-hal baik tentang Jawa, dan aku selalu bertekad merantau atau keluar dari kampung halaman seperti kebiasaan kebanyakan para saudara dan tetanggaku, yang berharap merantau dapat memperbaiki perekonimian di keluarga mereka, tetapi bagiku merantau adalah mencari pengalaman, bertukar kebudayaan, dan menambah relasi pertemanan dan tentunya jalan-jalan. Aku juga selalu bilang Jawa itu tidak hanya tentang yang hal buruk saja, atau seperti yang sebatas penglihatan di televisi atau cerita-cerita dari teman ibu. Aku juga memberitahukan pada Amak bagaimana bagusnya pendidikan di kota, fasilitas yang memadai, dan anak-anak kota yang banyak prestasinya.
Kekhawatiran Amak tenyata benar, awalnya Amak memang tidak mengetahui bahwa aku mendaftar pada salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta, yang Amak tau aku gagal dalam SNMPTN yang berdasarkan nilai lapor dan sedang mempersiapkan ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang merupakan tes tulis, dan butuh persiapan matang hingga aku harus mengikuti pelajaran tambahan yakni di salah satu pusat bimbingan belajar dekat rumahku. Aku sudah tahu manis dan pahitnya jika aku melanjutkan pendidikan di pulau Jawa. Semua keberanian telah ku kumpulkan dan aku akan tetap memilih belajar di sana. Awalnya aku mengikuti saran Amak untuk tetap melanjutkan pendidikan di kampus area Sumatera Barat, dan ternyata aku gagal. Mungkin ini takdir, aku tetap memilih kampus di pulau Jawa tanpa sepengetahuan kedua orang tuaku melalui Seleski Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keislaman Negeri (SPAN PTKIN).
Amak mulai menangis, Amak tau bagaimana keras hati dan kokohnya pendirianku untuk tetap melanjutkan pendidikan di Universitas Islam di Yogyakarta itu. Adik-adikku juga mulai diam, ayah juga memilih hening, dan suara televisi tetap tetap hiruk seperti biasanya. Kurang lebih seminggu Amak mendiamkanku, Amak juga tampak bercerita pada nenekku atas kabar keberangkatanku ke pulau Jawa, paman-paman dan bibi-bibi bahkan anak mereka juga mengetahuinya, kabar keberangkatanku telah diketahui oleh seluruh keluarga besarku. Beberapa paman mengizinkan niat baikku setelah mendengar beberapa penjelasan dan dan ada pula pamanku yang terang-terangan menolak kepergianku dan memintaku untuk memikirkan kembali.
Penolakan beberapa paman juga membuat kepergianku semakin tertunda, sebagai orang Minangkabau kekerabatan antara paman yang kami sebut dengan Mamak  dan aku sebagai keponakan atau Kamanakan itu sangat erat. Kedudukan Mamak dalam adat tradisi Minangkabau adalah pemimpin yang harus dihormati dan harus memimpin para kelurganya dan Kamenakannya. Mamak harus mebimbing, memelihara, memberi nasehat dan mengembangkan kemenakan. Karena hal itu, para Mamak yang ada dikelurga ku perlu dipertimbangkan alasan penolakannya, dan jika aku tak mendengarkan maka akan terjadi hubungan yang tidak harmonis dan bahkan dapat menimbulkan perpecahan.
Amak mulai tegas padaku, terlebih lagi penolakan nenekku, Amak sangat menuruti apapun perkataan yang ucapkan oleh nenek, nenek menurut Amak adalah orang yang paling wajib didengar perkataanya. Nenek bagi Amak adalah segala-galanya.
Hari demi hari mulai berlalu, kurang lebih seminggu lagi aku harus pergi ke Yogyakarta untuk mengumpulkan berkas jika aku memang berniat melanjutkan di sana. Amak tetap pada pendirian awal yakni tidak mengizinkan dan menyarankan untuk mengikuti ujian mandiri masuk perguruan tinggi di Padang, atau daftar saja ke kampus swasta. Aku coba membujuk Abak agar berkata pada Amak dan mau mengizinkanku, aku dari awal sudah mengizinkan dan memberikan pengertian baik pada ibu, tetapi Amak telanjur temakan omongan orang dan dari paman-pamanku. Aku tahu yang ditakutkan oleh semua ibu terhadap anak gadisnya, aku juga tahu kecemasan dan kekhawatiran saat diriku di rantau yang tidak punya saudara satu pun.
Aku mulai menangis dan selalu meminta Amak agar mengizinkanku pergi, tiba-tiba saja terlintas dalam benakku untuk menghubungi salah satu alumni dari sekolahku yang telah lebih dahulu melanjutkan perguruan tinggi di kampus yang sama aku pilih. Aku coba menghubungi lalu meminta kakak alumni tersebut berbicara pada Amak, dan berharap Amak akan luluh. Kurang lebih 2 jam bercakapan mereka, dari jauh nampak mata ibu berkaca-kaca, dan aku tidak bisa mendengarkan secara langsung percakapan mereka berdua karena mangantikan Amak memasak ikan di dapur. Setelah telpon ditutup Amak mulai berkata “Amak perbelehkan kau pergi asal kau mau berjanji tidak akan berbuat tindakan buruk di sana, tetap menjaga sholat mu, dan tetap menjaga kehormatanmu sebagai perempuan Minangkabau,” begitu jelas Amak dengan tegas. Aku mulai memeluk ibu dan mengucap terima kasih.
Persiapan mulai dilakukan, aku bereskan semua baju dan berkas serta keperluan yang diperlukan nantinya. Tiket pesawat sudah dibelikan dan yang akan menemani kepergianku ke pulau Jawa adalah bibiku, bibi bersedia atas tawaran yang diajukan Amak padanya, Amak tidak bisa berangkat dikarenakan pekerjaannya dan tidak ada yang mengasuh adik-adikku di rumah. Masih ingat dalam benakku, tiba-tiba selepas sholat Subuh telpon berdering, telpon dari bibiku yang tinggal berbeda kabupaten denganku, bibi tersebut juga mendengar kepergianku, dan bibi tersebut meminta untuk tidak mengizinkanku berangkat ke pulau Jawa dan mencari universitas yang ada di Sumatera Barat saja.
Amak mulai goyah kembali, aku juga mulai menangis, akankah kali ini Amak benar-benar tidak akan mengizinkanku, penjelasan dari bibi tenyata cukup membuat goyah, bibi mengatakan bahwa beliau mendapat informasi bahwa kampus yang akan kutuju merupakan kampus yang kebanyakan mahasiswinya telah melakukan pergaulan bebas, dan kampus yang sudah tercemar. Aku begitu marah awalnya pada bibi, karena hal tersebut Amak menjadi goyah, dan kuminta sekali lagi agar tidak percaya dengan berita tersebut dan aku telah berjanji atas nama apapun aku akan menjaga diriku dari perbuatan tidak baik tersebut.
Amak merupakan gadis Minang yang sangat patuh pada adat tradisinya, Amak gadis Minang yang selalu mendengar perkataan kedua orang tuanya dan nasehat para Mamaknya. Di keluarga besarku belum ada anak gadis mereka yang diizinkan pergi jauh dari provinsi Sumatera Barat. Hanya aku seeorang yang berani menentang penolakan dari para Mamak, aku bukan bermaksud menetang atau melawan, aku hanya membuat mereka yakin bahwa daerah di luar sana tidak seburuk yang mereka kira, dan daerah di luar sana baik pula untuk kehidupan anak-anak mereka.
Sebenarnya bukan masalah itu saja, masalah ekonomi juga menghambat kepergianku, aku juga menyakinkan Amak, aku akan berpandai-pandai dalam mengatur keuangan yang diberikan. Akhirnya tanggal 12 Juli aku dan bibi berangkat ke pulau Jawa. Aku sangat senang naik transportasi udara tersebut, aku tak henti-hentinya bersyukur pada Allah, dan Amak juga tak henti-hentinya selalu menasehati anak gadisnya ini. Sekarang aku telah 2 tahun di kota Yogayakarta, aku sudah tau selak beluk Yogyakarta, aku selalu saja mengirimkan berita baik dan indahnya Yogyakarta pada Amak, namun terkadang pagi-pagi Amak masih sering menelponku dan bertanya apakah aku benar-benar telah di Jawa. Itu sedikit cerita bagaimana aku mempertahankan dan memperjuangkan pendidikanku, agar aku dapat menambah pengalamanku dan dapat berbenah untukku dan untuk negeriku nantinya. Setelah pendidikan S1 selesai aku juga berencana untuk melanjutkan ke luar negri dan mendobrak perspsi bahwa anak gadis boleh berkelana kemanapun seperti halnya para lelaki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Aladin dan Lampu Ajaib dalam Bahasa Arab

  علاء الدين والمصباح السحرى كان فى قديم الزمان ساحر من بلاد الحبشة. وقد قرأ هذ الساحر فى الكتب انه يوجد فى بلاد الصين مصباح سحرى يقضى كل شىء. فكر هذا الساحر فى الذهاب الى بلاد الصين ليبحث عن هذا المصباح العجيب, فسافر من بلاده ليال وأياما, واسابيع وشهورا. حتى وصل الى بلاد الصين. وهناك سأل الناس عن مكان المصباح. فقال له الناس : ان هذا المصباح تحت الأرض, فى قصر مهجور, ولهذا القصر باب ضيق جدّا يكفى فقد لمور ولد صغير فى داخله . ويقال ان يلمس هذا الباب فى أثناء الدخول او الخروج ينطبق عليه الباب فى الحال. بحث الساحر الحبشى عن مكان القصر حتى وجد. ولكنه وجد الباب صغيرا جدا. ولأ يمكنه ان يدخل منه. فبحث عن ولد صغير الجسم. ليدخل فى هذا القصر تحت الأرض. وأخذ يبحث ويبحث حتى وجد الولد الصغير الذى يريده واسمه "علاء الدين". قال الساحر الحبسشى لعلاء الدين : ادخل منا الباب. وانزل تحت الأرض, وستجد حجرات مملوءة بالذهاب والفضة والجوهر, فاملا جيوبك من هذا الأشياء, وستجد مصباحا صغيرا قديما فهاته وتعال, وخذ هذا الحاتم معك. ثم اعطاه خاتما صغيرا لبسه. ونسى ان يقول له لماذ أعطاه ا

Percakapan Sepasang yang Melawan Terinspirasi oleh buku “Pejalan Anarki” Karya Jazuli Imam

Percakapan Sepasang yang Melawan Terinspirasi oleh buku “Pejalan Anarki” Karya Jazuli Imam Percakapan ini bermula dari keresahan-keresahan yang tidak tahu harus dimana ditumpahkan, mereka dua anak manusia yang berusaha melawan, baik penindasan yang mereka sendiri rasakan dan juga penindasan pada rakyat yang terjadi di negeri ini. Mereka berdua sepasang yang memiliki keunikan masing-masing dan mereka punya cara dalam melawan. Intip saja percakapan mereka di bawah ini. Asmara        : Apa yang sebenarnya sedang ku cari ? hanya lelah yang ku dapati, rasanya ingin pulang saja, ingin menjauh dari kota dan meninggalkan benang kusut di sana. El                : Begini nona, anggap saja semua ini proses bagimu, proses menuju kedewasaan, Asmara       : Bagaimana harus sesulit ini pak ? El                 : Nona, pribadi hebat lagi kuat harus diuji dengan ujian yang kuat dan dasyat pula, Asmara       : Begitukah El, sungguh ? atau ini hanya sekedar kata-katamu untuk menghibu